BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang
dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan
zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya BCG, DPT, dan
campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).
2.2 Tujuan
imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah
diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
2.3.1 Imunisasi yang diwajib
Imunisasi Wajib inilah ada 5 jenis
imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit
yang hendak dicekalnya memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi,
selain bisa menimbulkan kecacatan.
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette
guerin) merupakan imunisasi yang digunakkan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan.
TB disebabkan kuman Mycrobacterium
tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun
bersin. Gejalanya antara lain : berat badan anak sudah bertambah, sulit makan,
mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare
persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Usia Pemberian
Dibawah 2 bulan. Jika baru diberikan
setelah usia 2 bulan, disarankan tes Montoux (tuberculin) dahulu untuk
mengetahui apakah pada bayi telah terdapat kuman Mycrobacterium tuberculosis
atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada
penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera
setelah lahir bayi harus di imunisasi BCG.
Jumlah Pemberian
Cukup 1 kali saja, tidak perlu
diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga
antibody yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman
mati, hingga memerlukan pengulangan.
Kontra indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang
berpenyakit TB atau menunjukan mantoux positif. Adanya penyakit kulit
yang berat dan menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya
Efek Samping :
Imunisasi BCG tidak menimbulkan
reaksi yang bersifat umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul
indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan , akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar
regional di ketiak dan atau leher, terasa padat tidak sakit dan tidak menimbulkan
demam. Reaksi ini normal tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan
sendirinya.
Cara pemberian :
1.
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus
dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril
(ADS 5 ml) dengan 4 ml pelarut.
2.
Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan
menyuntikkan dosis sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan spuit dan
jarum kecil yang khusus.
3.
Disuntikkan di lengan kanan
atas (sesuai anjuran
WHO) ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan
pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan suntikkan intrakutan secara tepat,
harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26)
Alat dan bahan:
1. Spuit tuberculin dengan jarum ukuran
25-27 panjang 10 mm
2. Vaksin BCG dan gergaji ampul
3. Ampul berisi NaCl 0,9 %
4. Kapas lembab (dibasahi air matang)
5. Sarung tangan bersih
Prosedur
1.
Cuci tangan
2.
Gunakan sarung
tangan bersih
3.
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
4.
Buka vaksin BCG
5.
Larutkan vaksin
dengan NaCl 0,9 % sebanyak kurang lebih 4 cc
6.
Isi spuit
dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
7.
Atur posisi dan
bersihkan lengan ( daerah yang akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian lengan atas)
dengan kapas DTT
8.
Tegangkan
daerah yang akan diinjeksi
9.
Tusukkan jarum
dengan sudut 10-15 derajat kemudian masukkan vaksin.
10. tarik spuit
setelah vaksin habis dan jangan dimasase
11. Usap area bekas
injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
12. Lepas sarung
tangan dan cuci tangan.
catat respon yang terjadi, vaksin
berhasil jika timbul benjolan di kulit dengan kulit kelihatan pucat dan
pori-pori tampak jelas.
2. Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan
vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk Negara
endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang
disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus
hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus
hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan
sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah
lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan
jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi
yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari
12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1
bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua
dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada
(kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang
disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam
waktu dua hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara
intramuskuler. Sedangkan pada bayi dipaha lewat anterolateral (antero =
otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong
tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Alat dan bahan :
1.
Spuit diposibel 2,5 cc dan jarumnya
2.
Vaksin hepatitis dan pelarutnya
dalam termos es.
3.
Kapas alcohol dalam tempatnya.
4.
Sarung tangan bersih.
Prosedur :
1.
Cuci tangan
2.
Gunakan sarung tangan
3.
Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
4.
Ambil vaksin hepatitis dengan spuit
sesuai program/anjuran, yakni 0,5.
5.
Atur posisi
bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala,
bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi, tangan kanan bayi melingkar
kebadan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat).
6.
Lakukan desinfeksi didaerah 1/3
tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi dengan kapas alcohol.
7.
Tegangkan daerah yang akan
diinjeksi.
8.
Lakukan injeksi dengan memasukkan
jarum ke intramuscular didaerah fermur
9.
Cuci tangan
10. Catat reaksi yang terjadi.
3. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk
membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan
virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air
liur penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10
hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada
salah satu anggota gerak. Namun tidak semua orang yang terkena virus polio akan
mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya
tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap
serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai
vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan dosis 2 tetes. Imunisasi dasar
diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya
setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin polio
dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Bagi bayi
yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena ASI tidak
berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan
imunisasi ulang DPT dengan interval 2 jam.
Imunisasi ulang masih
diperlukan walaupun seorang anak pernah terjangit polio. Alasannya adalah
mungkin anak yang menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe 1.
Artinya bila penyakitnya telah menyembuh, ia hanya mempunyai kekebalan terhadap
virus polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio
tipe II dan III.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya
di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat
lahir, pemberian vaksin DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang
menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah
atau diare, penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme
kekebalan terganggu.
Pada anak dengan diare berat atau
yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan, demikian juga
pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan
untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat adalah kemungkinan
terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek,
demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
Efek Samping :
Hampir tidak ada. Hanya
sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot.
Kasusnya pun sangat jarang.
Cara Pemberian :
Ø Bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).
Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
Ø 1
dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali
(dosis) dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
Ø Setiap
membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.
(dropper) yang baru.
Alat dan bahan :
1. Vaksin polio dalam termos es/flakon
berisi vaksin polio
2. Pipet plastic
Prosedur:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan
dilaksanakan.
3. Ambil vaksin polio dalam termos es
4. Atur posisi bayi, mintalah orang tua
untuk memegang bayi dengan kepala disangga dan dimiringkan kebelakang
5. Teteskan 2 tetes vaksin dari alat
tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan alat tetes menyentuh bayi, buka mulut bayi
secara hati-hati, baik dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau dengan
menekan pipi bayi dengan jari-jari.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi
4. Imunisasi DPT
Manfaat
pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalamwaktu yang
bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
Vaksinasi dan
jenis vaksin
·
Vaksin difteri
terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan (toksoid). Biasanya
diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau
dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
·
Vaksin terhadap
pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan.
Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus (DPT, vaksin
tripe)
·
Vaksin tetanus
yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman
tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
Ada 3 macam
kemasan vaksin tetanus, yaitu:
1. Bentuk kemasan
tunggal (TT)
2. Kombinasi
dengan vaksin difteria (DT)
3. Kombinasi
dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)
Usia dan Jumlah Pemberian :
1. 3 kali di usia
bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan
apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit
apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
2. Imunisasi ulang
pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau pada usia 18 bulan setelah
imunisasi dasar ke-3.
3. Diulang lagi
dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin pertusis tidak dianjurkan
untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih
hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
4. Diulang lagi
pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat DPT pada waktu bayi
diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan
DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu
dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang
didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi
mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama
dengan DPT.
Pengulangan
imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang mungkin
menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan
pengulangan pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan
5 kali suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12
tahun, seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa
P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali
terjadi dan dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat
diberikan kepada meraka
yang kejangnya di sebabkan suatu penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan
saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi
terhadap DPT. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P
inilah yang menyebabkan panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala
yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan, dan atau
kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari.
Cara pemberian :
·
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok
terlebihdahulu agar suspensi menjadi homogen.
·
Disuntikan secara Intramuskular pada
paha tengah luar dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Alat dan Bahan :
1. Spuit disposable 2,5 cc dan
jarumnya.
2. Vaksin DPT dan pelarutnya.
3. Kapas alcohol dalam tempatnya
4. Sarung tangan
Prosedur :
1. Cuci tangan.
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan prosedur yangn akan
dilaksanakan
4. Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai
program/anjuran, yakni 0,5 ml
5. Atur posisi bayi ( bayi dipangkuan
ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang
sisi luar tangn bayi. Tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tangan kanan
ibu memegang kaki bayi dengan kuat.
6. Lakukan desinfeksi di 1/3 tengah
paha bagian luar yang akan diinjeksi dengan kapas alcohol
7. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan
jarum ke intramuscular di daerah femur
9. Lepas sarung tangan
10. Cuci
tangan
11. Catat
reksi yang terjadi
5. Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat
kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibody dari
ibunya semakin menurun sehingga butuh antibody tambahan lewat pemberian vaksin
campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan
tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus mobili
ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena
campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara
atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang tertiup melalui
hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,
demam), mata kemerahan-merahan, berair dan merasa silau saat melihat cahaya.
Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan
3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul
demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40 derajat celcius. Seiring dengan
itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas penyakit ini.
Ukurannya tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000
infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu
kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. (vademecum Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11
bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia 6-7 tahun. Dianjurkan, pemberian
campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibody dari ibu sudah menurun di
usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai
12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa
anak, bias menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya
demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak
selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune
deficiency atau yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia,
limfoma.
Cara pemberian :
Sebelum disuntikkan vaksin campak
terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang
berisi 5 ml cairan pelarut.
Suntikan diberikan pada lengan kiri
atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.
Alat dan Bahan :
1. Spuit disposibel 2,5 cc dan
jarumnya.
2. Vaksin campak dan pelarutnya dalam
termos es.
3. Kapas alcohol dalam tempat.
4. Sarung tangan.
Prosedur :
1. Cuci tangan.
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan
4. Ambil vaksin campak dengan spuit
sesuai dengan program/anjuran
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku
ibunya, lengan kanan bayi dilepat diketiak ibunya. Ibu menopang kepala bayi,
tangan kiri ibu memegang tangan kiri bayi)
6. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan
kanan atas
7. Tegangkan daerah yang akan
diinjeksi.
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan
jarum dengan sudut 45 derajat.
9. Setelah vaksin habis, tarik spuit
sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas.
10. Lepaskan
sarung tangan.
11. Cuci
tangan
12. Catat
reaksi yang terjadi
2.3.2. Imunisasi yang
dianjurkan
1. MMR
Imunisasi MMR (measles, mumps,
rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan
tergadap penyakit campak (measles); gondong, parotis epidemika (mumps); dan
campak Jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah
virus campak starin Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA
27/3, dan virus gondong. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8oC atau
lebih dan terlindung dari sinar matahari. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1
jam setelah di larutkan dan diletakan pada tempat sejuk, terlindung dari cahaya
menjaga vaksin tetap stabil dan tidak kehilangan potensinya. Vaksin kehilangan
potensi pada suhu 22-25 oC.
Dosis pemberian adalah satu kali 0,5
ml secara intramuscular atau subkutan dalam. Vaksin diberikan pada anak umur
15-18 bulan untuk menghasilkan serokonversi terhadap ketiga virus tersebut. MMR
diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah imunisasi yang lain. Apabila
anak telah mendapatkan imunisasi MMR pada usia 12-18 bulan, maka imunisasi
campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Vaksin ulang diberikan pada
usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun sebelum pubertas.
Khusus pada daerah endemik,
sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan
atau 9-11 bualn dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada
usia 15-18 bulan.
Vaksin harus diberikan, meskipun ada
riwayat infeksi campak, gondongan, rubella atau imunisasi campak. Imunisasi MMR
dapat diberikan pada usia 9 bulan, serta beberapa indikasi berikut ini: anak
dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung/ginjal bawaan,
gagal tumbuh, sindrom down. Infeksi HIV, anak diatas 1 tahun di tempat
penitipan anak (TPA)/kelompok bermain dan anak dilembaga cacat mental. Anak
dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberikan
imunisasi ini.
Kontra indikasi imunisasi ini antara
lain keganasan yang tidak diobati. Gangguan imunitas, alergi berat, demam akut,
sedang mendapat vaksin hidup lain seperti BCG, kehamilan, dalam tiga bulan
setelah tranfusi darah atau pemberian imunoglobin, defisiensi imun termasuk HIV
dan setelah suntikan imunoglobin.
Reaksi KIPI dari vaksin MMR, antara
alin reaksi sistemik seperti malaise, ruam, demam, kejang demam dalam 6-11
hari, ensefalitis, pembengkekan kelenjar parotitis, meningoensefalitis dan
trombositopeni
2. HiB
Imunisasi HiB ( haemophilus
influenza tipe b) merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah
terjadinya penyakit influenza tipe b. vaksin ini adalah bentuk polisakarida
murni (PRP : purified capsular polysaccharide) kuman H.influenzae
tipe b. antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan
protein-protein lain, seperti tosoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri (PRP-D
atau PRPCR50), atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC).
Pada pemberian imunisasi awal dengan
PRP-T dilakukan 3 suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2, 4, 6 bulan),
sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2
dan 4 bulan). Dosis pemberian vaksin ini adalah 0,5 ml, diberikan melalui
injeksi intramuskuler. Vaksin PRP-T atau PRP-OMP perlu diulang pada umur 18
bulan. Apabila anak datang usia 1-5 tahun, Hib hanya diberikan satu kali saja.
3. Varicella (Cacar Air)
Imunisasi varicella merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit cacar air
(varicella). Vaksin varicella merupakan virus varicella zoozter strain
OKA yang dilemahkan dalam bentuk bubuk kering. Bentuk ini kurang stabil
dibanding vaksin virus hidup lain. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-80C.
Efektivitas vaksin ini tidak diragukan lagi, tetapi harga untuk saat ini masih
sangat mahal.
Pemberian pada anak hanya diperlukan
satu dosis vaksin. Bagi individu imunokompromise, remaja dan dewasa memerlukan
dua dosis, selang 1-2 bulan. Vaksin dapat diberikan bersamaan dengan vaksin
MMR. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12
tahun di daerah tropis dengan dosis 0,5 ml secara subkutan dan apabila di atas
13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8 minggu. Untuk anak
yang kontak dengan penderita varisela, vaksin dapat mencegah penularan bila
diberikan dalam waktu 72 jam setelah kontak.
Reaksi KIPI pada vaksin ini, antara
lain reaksi local berupa ruam papul-vesikel ringan. Kontra indikasi vaksin ini,
antara lain demam tinggi, hitung limfosit kurang dari 1200 µI, defisiensi imun
seluler, seperti pengobatan keganasan, pengobatan kortikosteroid dosis tinggi
(2mg/kgBB/hari atau lebih) serta alergi neomisin.
4. hepatitis A
Imunisasi hepatitis A merupakan
imunisasi dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A.
pemberian imunisasi ini dapat diberikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi
awal menggunakan vaksin Havrix (berisi virus hepatitis A strain HM175 yang
dinonaktifkan) dengan 2 suntikan dan interval 4 minggu, booster pada 6
bulan setelah nya. Jika menggunakan vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan
pada usia 6 dan 12 bulan.
Pemberian bersamaan dengan vaksin
lain (hepatitis b atau tifoid) tidak mengganggu respon imun masing-masing
vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping. Kombinasi hepatitis
B/Hepatitis A dalam kemasan Prefilled syringe 0,5 ml intramuskuler. Vaksin
kombinasi ini tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan, tetapi diberikan
pada anak lebih dari 12 bulan untuk mengejar imunisasi hepatitis B yang belum
lengkap/belum pernah. Efek samping dari vaksin ini sangat jarang. Reaksi local
ringan merupakan efek tersering dan demam pada 4% resipien
5. Pneumokokus
Vaksin pneumokokus bertujuan untuk mengurangi
mortalitas akibat pneumokokus invasif, adalah pneumonia, bakteriemia dan
meningitis. Vaksin ini dianjurkan diberikan diberikan pada orang lanjut usia
diatas 65 tahun, seseorang dengan asplenia termasuk anak dengan penyakit sickle
cell usia lebih dari 2 tahun, pasien imunokompromise, pasien imunokompeten dan
kebocoran cairan serebrospinal.
Vaksin ini diberikan dalam dosis
tunggal 0,5 ml secara intramuskuler atau subkutan dalam di daerah deltoid atau
paha anterolateral. Vaksin ulang hanya diberikan bila seorang anak mempunyai
resiko tertular pneumokokus setelah 3-5 tahun atau lebih. Reaksi KIPI imunisasi
ini adalah eritem atau nyeri ringan pada tempat suntikan kurang dari 48 jam,
demam ringan mialgia pada dosis ke dua. Reaksi anafilaksis jarang ditemukan.
Kontra indikasi absolute apabila
timbul reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin. Kontra indikasi relative
vaksinasi pneumokokus, adalah umur kurang dari 2 tahun, dalam pengobatan
imunosupresan/radiasi kelenjar limfe, kehamilan, telah mendapatkan vaksin
pneumokokus dalam 3 tahun.
6. Influenza
Vaksin influenza mengandung virus
yang tidak aktif (inactivated influenza virus) terdapat 2 macam vaksin, yaitu
whole-virus dan split-virus vaccine. Untuk anak-anak dianjurkan jenis split
virus vaccine karena tidak menyebabkan demam tinggi. Vaksin ini dianjurkan
diberikan secara teratur pada kelompok resiko tinggi, antara lain pasien asma
dan kistik fibrosis, anak dengan penyakit jantung, dan pengobatan
imunosupresan, terinfeksi HIV, sickle cell anemia, penyakit ginjal kronis,
penyakit metabolik kronis (diabetes), penyakit yang membutuhkan obat aspirin
jangka panjang.
Vaksin biasanya diberikan sebelum
musim penyakit influenza datang. Pada individu yang pernah terpajan diberikan 1
kali dengan dosis tunggal. Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun,
diberikan 2 dosis dengan jangka interval 4 munggu. Vaksin diberikan dengan
suntikan subkutan atau intramuscular. 1 dosis secara teratur setiap tahun dapat
diberikan pada anak usia 9 tahun keatas. Anak usia 6 bulan sampai 9 tahun bila
mendapatkan vaksin pertama kali harus diberikan disis 2 kali berturut-turut
dalam jarak 1 bulan.
Kontra indikasi vaksin influenza,
antara lain hipersensitif anafilaksis terhadap vaksin influenza sebelumnya,
hipersensitif telur, demam akut sedang atau berat, ibu hamil dan ibu menyusui.
Reaksi KIPI dari vaksin ini, antara lain nyeri local, eritema dan indurasi di
tempat penyuntikan, demam, lemas, mialgia (flu-like symptoms) setelah 6 sampai
12 jam pasca imunisasi selama 1-2 hari.
7. Tifoid
Terdapat dua jenis vaksin
demamtifoid, yaitu vaksin suntikan(polisakarida atau capsular Vi
Polisaccharide/ViPS) dan vaksin tipoid oral Ty21a. Vaksin suntikan diberikan
setiap pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin ulangan berikan setiap 3 tahun.
Vaksin oral dikemas dalam bentuk
kapsul, disimpan pada suhu 2-8 oC. Vaksin diberikan pada umur lebih
dari 6 tahun, dalam 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1,3,5). Vaksin
ulangan diberikan setiap 3-5 tahun. Vaksin ke-4 ini umumnya diberikan pada
turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin diminum 1 jam sebelum makan
dengan minuman yang tidak lebih dari 37 oC. Kapul harus ditelan utuh
dan tidak boleh dipecahkan karena dapat rusak oleh asam lambung. Vaksin tidak
boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonamide atau antimalaria yang
aktif terhadap salmonella. Vaksin memberi respon kuat terhadap interferon
mukosa, sehingga pemberian vaksin polio oral ditunda dua minggu setelah
pemberian kapsul tifoid ini.
Dianjurkan imunisasi tifoid sebelum
berpergian ke daerah resiko tinggi demam tifoid. Reaksi KIPI vaksin ini, antara
lain reaksi local (bengkak, nyeri, kemerahan di tempat penyuntikan).
Reaksi sistemik seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot,
nausea dan nyeri perut jarang dijumpai. Kontra indikasi vaksin ini anatara lain
alergi bahan ajuvan vaksin dan demam. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8
oC, tidak boleh dibekukan dan akan kadaluwarsa dalam waktu 3 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar