Jumat, 08 Mei 2015

Imunisasi




BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).
2.2    Tujuan imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2.3.1    Imunisasi yang diwajib
Imunisasi Wajib inilah ada 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak dicekalnya memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, selain bisa menimbulkan kecacatan.
1.      Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang digunakkan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.
TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain : berat badan anak sudah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Usia Pemberian
Dibawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Montoux (tuberculin) dahulu untuk mengetahui apakah pada bayi telah terdapat kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir bayi harus di imunisasi BCG.
Jumlah Pemberian
Cukup 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibody yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Kontra indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan mantoux positif. Adanya penyakit kulit yang berat dan menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya
Efek Samping :
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan , akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
Cara pemberian :
1.      Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) dengan 4 ml pelarut.
2.      Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan dosis sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan spuit dan jarum kecil yang khusus.
3.      Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan suntikkan intrakutan secara tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat  halus (10 mm, ukuran 26)
Alat dan bahan:
1.      Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm
2.      Vaksin BCG dan gergaji ampul
3.      Ampul berisi NaCl 0,9 %
4.      Kapas lembab (dibasahi air matang)
5.      Sarung tangan bersih
Prosedur
1.      Cuci tangan
2.      Gunakan sarung tangan bersih
3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4.      Buka vaksin BCG
5.      Larutkan vaksin dengan NaCl 0,9 % sebanyak kurang lebih 4 cc
6.      Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
7.      Atur posisi dan bersihkan lengan ( daerah yang akan diinjeksi, yaitu 1/3 bagian lengan atas) dengan kapas DTT
8.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
9.      Tusukkan jarum dengan sudut 10-15 derajat kemudian masukkan vaksin.
10.  tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan dimasase
11.  Usap area bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
12.  Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
catat respon yang terjadi, vaksin berhasil jika timbul  benjolan di kulit dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori tampak jelas.
2.      Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk Negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi dipaha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Alat dan bahan :
1.      Spuit diposibel 2,5 cc dan jarumnya
2.      Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es.
3.      Kapas alcohol dalam tempatnya.
4.      Sarung tangan bersih.
Prosedur :
1.      Cuci tangan
2.      Gunakan sarung tangan
3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4.      Ambil vaksin hepatitis dengan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5.
5.      Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi, tangan kanan bayi melingkar kebadan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat).
6.      Lakukan desinfeksi didaerah 1/3 tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi dengan kapas alcohol.
7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.
8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular didaerah fermur
9.      Cuci tangan
10.  Catat reaksi yang terjadi.
3.      Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tidak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan dosis 2 tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Bagi bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT dengan interval 2 jam.
Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah terjangit polio. Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe 1. Artinya bila penyakitnya telah menyembuh, ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat adalah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
Efek Samping :
Hampir  tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang  mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Cara Pemberian :
Ø  Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
Ø  1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
Ø  Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.
Alat dan bahan :
1.      Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
2.      Pipet plastic
Prosedur:
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3.      Ambil vaksin polio dalam termos es
4.      Atur posisi bayi, mintalah orang tua untuk memegang bayi dengan kepala disangga dan dimiringkan kebelakang
5.      Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan alat tetes menyentuh bayi, buka mulut bayi secara hati-hati, baik dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau dengan menekan pipi bayi dengan jari-jari.
6.      Cuci tangan
7.      Catat reaksi yang terjadi
4.      Imunisasi DPT
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalamwaktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
Vaksinasi dan jenis vaksin
·         Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan (toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
·         Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus (DPT, vaksin tripe)
·         Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus, yaitu:
1.      Bentuk kemasan tunggal (TT)
2.      Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)
3.      Kombinasi dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)
Usia dan Jumlah Pemberian :
1.      3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
2.      Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau pada usia 18 bulan setelah imunisasi dasar ke-3.
3.      Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
4.      Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan pengulangan pemberian vaksin (booster).  Kalau sudah dilakukan 5 kali suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun, seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi  :
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan, dan atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Cara pemberian :
·         Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebihdahulu agar suspensi menjadi homogen.
·         Disuntikan secara Intramuskular pada paha tengah luar dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Alat dan Bahan :
1.      Spuit disposable 2,5 cc dan jarumnya.
2.      Vaksin DPT dan pelarutnya.
3.      Kapas alcohol dalam tempatnya
4.      Sarung tangan
Prosedur :
1.      Cuci tangan.
2.      Gunakan sarung tangan
3.      Jelaskan prosedur yangn akan dilaksanakan
4.      Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5 ml
5.      Atur posisi bayi ( bayi dipangkuan ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangn bayi. Tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat.
6.      Lakukan desinfeksi di 1/3 tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi dengan kapas alcohol
7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di daerah femur
9.      Lepas sarung tangan
10.  Cuci tangan
11.  Catat reksi yang terjadi
5.      Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus mobili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahan-merahan, berair dan merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40 derajat celcius. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. (vademecum Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia 6-7 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibody dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
Suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.
Alat dan Bahan :
1.      Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya.
2.      Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es.
3.      Kapas alcohol dalam tempat.
4.      Sarung tangan.
Prosedur :
1.      Cuci tangan.
2.      Gunakan sarung tangan
3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
4.      Ambil vaksin campak dengan spuit sesuai dengan program/anjuran
5.      Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dilepat diketiak ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan kiri bayi)
6.      Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.
8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum dengan sudut 45 derajat.
9.      Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan dengan kapas.
10.  Lepaskan sarung tangan.
11.  Cuci tangan
12.  Catat reaksi yang terjadi
2.3.2.   Imunisasi yang dianjurkan
1.   MMR
Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan tergadap penyakit campak (measles); gondong, parotis epidemika (mumps); dan campak Jerman (rubella).  Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah virus campak  starin Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3, dan virus gondong. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8oC atau lebih dan terlindung dari sinar matahari. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah di larutkan dan diletakan pada tempat sejuk, terlindung dari cahaya menjaga vaksin tetap stabil dan tidak kehilangan potensinya. Vaksin kehilangan potensi pada suhu 22-25 oC.
Dosis pemberian adalah satu kali 0,5 ml secara intramuscular atau subkutan dalam. Vaksin diberikan pada anak umur 15-18 bulan untuk menghasilkan serokonversi terhadap ketiga virus tersebut. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah imunisasi yang lain. Apabila anak telah mendapatkan imunisasi MMR pada usia 12-18 bulan, maka imunisasi campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Vaksin ulang diberikan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun sebelum pubertas.
Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bualn dan booster  (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.
Vaksin harus diberikan, meskipun ada riwayat infeksi campak, gondongan, rubella atau imunisasi campak. Imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 bulan, serta beberapa indikasi berikut ini: anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung/ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom down. Infeksi HIV, anak diatas 1 tahun di tempat penitipan anak (TPA)/kelompok bermain dan anak dilembaga cacat mental. Anak dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberikan imunisasi ini.
Kontra indikasi imunisasi ini antara lain keganasan yang tidak diobati. Gangguan imunitas, alergi berat, demam akut, sedang mendapat vaksin hidup lain seperti BCG, kehamilan, dalam tiga bulan setelah tranfusi darah atau pemberian imunoglobin, defisiensi imun termasuk HIV dan setelah suntikan imunoglobin.
Reaksi KIPI dari vaksin MMR, antara alin reaksi sistemik seperti malaise, ruam, demam, kejang demam dalam 6-11 hari, ensefalitis, pembengkekan kelenjar parotitis, meningoensefalitis dan trombositopeni
2.   HiB
Imunisasi HiB ( haemophilus influenza tipe b) merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe b. vaksin ini adalah bentuk polisakarida murni (PRP : purified capsular polysaccharide) kuman H.influenzae tipe b. antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain, seperti tosoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri (PRP-D atau PRPCR50), atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC).
Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3 suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2, 4, 6 bulan), sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2 dan 4 bulan). Dosis pemberian vaksin ini adalah 0,5 ml, diberikan melalui injeksi intramuskuler. Vaksin PRP-T atau PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan. Apabila anak datang usia 1-5 tahun, Hib hanya diberikan satu kali saja.
3.   Varicella (Cacar Air)
Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin varicella merupakan virus varicella zoozter strain OKA yang dilemahkan dalam bentuk bubuk kering. Bentuk ini kurang stabil dibanding vaksin virus hidup lain. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-80C. Efektivitas vaksin ini tidak diragukan lagi, tetapi harga untuk saat ini masih sangat mahal.
Pemberian pada anak hanya diperlukan satu dosis vaksin. Bagi individu imunokompromise, remaja dan dewasa memerlukan dua dosis, selang 1-2 bulan. Vaksin dapat diberikan bersamaan dengan vaksin MMR. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropis dengan dosis 0,5 ml secara subkutan dan apabila di atas 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8 minggu. Untuk anak yang kontak dengan penderita varisela, vaksin dapat mencegah penularan bila diberikan dalam waktu 72 jam setelah kontak.
Reaksi KIPI pada vaksin ini, antara lain reaksi local berupa ruam papul-vesikel ringan. Kontra indikasi vaksin ini, antara lain demam tinggi, hitung limfosit kurang dari 1200 µI, defisiensi imun seluler, seperti pengobatan keganasan, pengobatan kortikosteroid dosis tinggi (2mg/kgBB/hari atau lebih) serta alergi neomisin.
4.   hepatitis A
Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A. pemberian imunisasi ini dapat diberikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi awal menggunakan vaksin Havrix (berisi virus hepatitis A strain HM175 yang dinonaktifkan) dengan 2 suntikan dan interval 4 minggu, booster pada 6 bulan setelah nya. Jika menggunakan vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan 12 bulan.
Pemberian bersamaan dengan vaksin lain (hepatitis b atau tifoid) tidak mengganggu respon imun masing-masing vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping. Kombinasi hepatitis B/Hepatitis A dalam kemasan Prefilled syringe 0,5 ml intramuskuler. Vaksin kombinasi ini tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan, tetapi diberikan pada anak lebih dari 12 bulan untuk mengejar imunisasi hepatitis B yang belum lengkap/belum pernah. Efek samping dari vaksin ini sangat jarang. Reaksi local ringan merupakan efek tersering dan demam pada 4% resipien
5.      Pneumokokus
Vaksin pneumokokus bertujuan untuk mengurangi mortalitas akibat pneumokokus invasif, adalah pneumonia, bakteriemia dan meningitis. Vaksin ini dianjurkan diberikan diberikan pada orang lanjut usia diatas 65 tahun, seseorang dengan asplenia termasuk anak dengan penyakit sickle cell usia lebih dari 2 tahun, pasien imunokompromise, pasien imunokompeten dan kebocoran cairan serebrospinal.
Vaksin ini diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml secara intramuskuler atau subkutan dalam di daerah deltoid atau paha anterolateral. Vaksin ulang hanya diberikan bila seorang anak mempunyai resiko tertular pneumokokus setelah 3-5 tahun atau lebih. Reaksi KIPI imunisasi ini adalah eritem atau nyeri ringan pada tempat suntikan kurang dari 48 jam, demam ringan mialgia pada dosis ke dua. Reaksi anafilaksis jarang ditemukan.
Kontra indikasi absolute apabila timbul reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksin. Kontra indikasi relative vaksinasi pneumokokus, adalah umur kurang dari 2 tahun, dalam pengobatan imunosupresan/radiasi kelenjar limfe, kehamilan, telah mendapatkan vaksin pneumokokus dalam 3 tahun.
6.      Influenza
Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza virus) terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole-virus dan split-virus vaccine. Untuk anak-anak dianjurkan jenis split virus vaccine karena tidak menyebabkan demam tinggi. Vaksin ini dianjurkan diberikan secara teratur pada kelompok resiko tinggi, antara lain pasien asma dan kistik fibrosis, anak dengan penyakit jantung, dan pengobatan imunosupresan, terinfeksi HIV, sickle cell anemia, penyakit ginjal kronis, penyakit metabolik kronis (diabetes), penyakit yang membutuhkan obat aspirin jangka panjang.
Vaksin biasanya diberikan sebelum musim penyakit influenza datang. Pada individu yang pernah terpajan diberikan 1 kali dengan dosis tunggal. Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun, diberikan 2 dosis dengan jangka interval 4 munggu. Vaksin diberikan dengan suntikan subkutan atau intramuscular. 1 dosis secara teratur setiap tahun dapat diberikan pada anak usia 9 tahun keatas. Anak usia 6 bulan sampai 9 tahun bila mendapatkan vaksin pertama kali harus diberikan disis 2 kali berturut-turut dalam jarak 1 bulan.
Kontra indikasi vaksin influenza, antara lain hipersensitif anafilaksis terhadap vaksin influenza sebelumnya, hipersensitif telur, demam akut sedang atau berat, ibu hamil dan ibu menyusui. Reaksi KIPI dari vaksin ini, antara lain nyeri local, eritema dan indurasi di tempat penyuntikan, demam, lemas, mialgia (flu-like symptoms) setelah 6 sampai 12 jam pasca imunisasi selama 1-2 hari.
7.      Tifoid
Terdapat dua jenis vaksin demamtifoid, yaitu vaksin suntikan(polisakarida atau capsular Vi Polisaccharide/ViPS) dan vaksin tipoid oral Ty21a. Vaksin suntikan diberikan setiap pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin ulangan berikan setiap 3 tahun.
Vaksin oral dikemas dalam bentuk kapsul, disimpan pada suhu 2-8 oC. Vaksin diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dalam 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1,3,5). Vaksin ulangan diberikan setiap 3-5 tahun. Vaksin ke-4 ini umumnya diberikan pada turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin diminum 1 jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37 oC. Kapul harus ditelan utuh dan tidak boleh dipecahkan karena dapat rusak oleh asam lambung. Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonamide atau antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Vaksin memberi respon kuat terhadap interferon mukosa, sehingga pemberian vaksin polio oral ditunda dua minggu setelah pemberian kapsul tifoid ini.
Dianjurkan imunisasi tifoid sebelum berpergian ke daerah resiko tinggi demam tifoid. Reaksi KIPI vaksin ini, antara lain reaksi  local (bengkak, nyeri, kemerahan di tempat penyuntikan). Reaksi sistemik seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea dan nyeri perut jarang dijumpai. Kontra indikasi vaksin ini anatara lain alergi bahan ajuvan vaksin dan demam. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 oC, tidak boleh dibekukan dan akan kadaluwarsa dalam waktu 3 tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT IBI Cabang Nganjuk Ke 66