MASA NIFAS DENGAN HPP SEKUNDER
A.
MASA
NIFAS
1.
DEFINISI
-
Masa nifas adalah masa
yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kendungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Mas nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu atau 24 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.
-
Masa nifas disebut juga
masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan
dan plasenta keluar lepas dari rahum, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya embali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan sepertiperlukaan dan lain sebaginya berkaitan saat melahirkan
-
Masa nifas (puerperium)
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil.masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
2.
TAHAPAN
MASA NIFAS
-
Puerperium dini
(immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu
telah diperbolehkan untuk berdiri dan jalan-jalan
-
Puerperium Intermedial
(early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu
-
Remote puerperium
(later puerperium) waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun
3.
PERUBAHAN
FISIOLOGI MASA NIFAS
a. Perubahan
Sistem Reproduksi
-
Perubahan uterus
Terjadi kondisi uterus yang
meningkat setelah bayi keluar, hal ini menyebabkan iskemia pada perlekatan
plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus
mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari
pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul,
setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Uteru akan mengalami
involusi secara berangsur-angsur sehingga akhirnya kembali seperti sebelum
hamil. Mengenai tinggi fundus utetus dan berat menurut masa involusi sebagai
berikut:
Involusi
|
FTU
|
Berat
uterus
|
Bayi
lahir
|
Setinggi
pusat
|
1000
gram
|
Uri
lepas
|
Dua
jari bawah pusat
|
750
gram
|
Satu
minggu
|
Pertengahan
pusat-sympisis
|
500
gram
|
Dua
minggu
|
Tak
teraba diatas simpisis
|
350
gram
|
Enam
minggu
|
Bertambah
kecil
|
50
gram
|
Delapan
minggu
|
Sebesar
normal
|
30
gram
|
-
Perubahan vagina dan
perineum
·
Vagina : pada minggu
ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan)
kembali
·
Perlukaan vagina yang
tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi sering terjadi akibat ekstraksi dengan cuman,
berlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum
·
Perubahan pada perineum
: terjadi perobekan pada hampir semua persalinan pertama dan jarang juga pada
persalinan berikutnya.
b. Perubahan
sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu
setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan
kurangnya berserat selama persalinanan. Disamping itu rasa takut untuk buang
air besar, sehubunga dengan jahitan pada perineum, jangan samapai dan jangan
takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah
persalinan. Jika masih terjadi konstipasi dan beraknya keras dapat diberikan
obat laksan peroral atau perrektal
c. Perubahaan
perkemihan
Saluran kencing kembali normal
dalam waktu 2 samapi 8 minggu, Distensi berlebh pada vesikula urinari
adalahyang umum terjadi karena peningkatan kapasitas vasikula urinaria, pembegkakan
memar jaringan disekitar uretra dan hilang sensasi terhadap tekanan yang
meninggi
d. Perubahan
Tanda Tanda vita pada masa nifas
-
Suhu badan
·
Sekitar hari ke 4
seetelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,2 – 37,5 C.
Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara
·
Bila kenaikan mencapai
38 C pada hari kedua sampai hari –hari berikutnya, harus diwaspadai adanya
infeksi atau sepsis nifas
-
Denyut nadi
·
Denyut nadi ibu akan
melambat sampai sekitar 6 x/menit, yaitu pada waktu habis persalinan karena ibu
dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi umumnya pada minggu pertama post
partum
·
Pada ibu yang nervus,
nadinya bisa cepat, kira-kira 110 x/menit bisa juga terjadi gejala syok karena
infeksi, khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh
-
Tekanan Darah
·
Tekanan darah < 140
/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3
hari postpartum
·
Bila tekanan darah
menjadi rendah menunjukan adanya pendarahan post partum. Sebaliknya bila
tekanan darah tinggi meerupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklamsia yang
timbul pada masa nifas. Namun hal tersebut jarang terjadi
-
Pernafasan
·
Pada umumnya respirasi
lambat atau bahkan normal. Hal ini tidak lain karena ibu dalam keadaan
pemulihana atau dalam kondisi istirahat
·
Bila ada respirasi
cepat post partum > 30 x/menit mungkin karena adanya ikutan tanda-tanda syok
4.
FASE-FASE
PENYESUAIAN FISIOLOGI PADA MASA NIFAS
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.
b. Fase
Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.
5.
KEBUTUHAN
DASAR MASA NIFAS
a. Nutrisi dan Cairan
Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan
sangat mempengaruhi produksi ASI. Selama menyusui, ibu dengan status gizi baik rata-rata memproduksi ASI sekitar 800cc
yang mengandung 600 kkal, sedangkan ibu yang status ggizinya kurang biasnya akn
sedikit menghasilkan ASI. Pemberian ASI sangatlah penting , karena bayi akan
tumbuh sempurna sebagai menusia yang
sehat dan pintar, sebab ASI mengandung DHA.
-
Energy
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca post
partum mencapai 500 kkal. Rata-rata produksi ASI sehari 800 cc yang mengandung
600 kkal. Sementara itu, kalori yang dihabiskan untuk menghasilkan ASI sebanyak
itu adalah 750 kkal. Jika laktasi
berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu pula berat badan ibu akan
menurun, yang berarti jumlah kalori tambahan harus ditingkatkan.
Sesungguhnya, tambahan kalori tersebut hanya sebesar 700 kkal, sementara sisanya (sekitar
200 kkal) diambil dari cadanagn indogen, yaitu timbunan lemak selama hamil.
Mengingatkan efisiensi kofersi energy hanya 80-90 % maka energy dari makanan
yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan menjadi energy ASI sebesar 400-500 kkal.
Untuk menghasilkan 850cc ASI dibutuhkan energy 680-807 kkal energy. Maka dapat
disimpulkan bahwa dengan memberikan ASI, berat badan ibu akan kembali normal dengan cepat.
-
Protein
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein di atas normal sebesar 20 gram/hari. Maka
dari itu ibu dianjurkan makan makanan mengandung asam lemak omega 3 yang banyak
terdapat di ikan kakap, tongkol, dan lemuru. Asam ini akan diubah menjadi DHA
yang akan keluar sebagai ASI. Selain itu ibu dianjurkan makan makanan yang
mengandung kalsium , zat besi, vitamin
C, B1, B2, B12, dan D
Selain nutrisi, ibu juga membutuhkan banyak cairan
seperti air minum. Dimana kebutuhan minum ibu 3 liter sehari ( 1 liter setiap 8
jam)
Beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan
gizi ibu menyusui antara lain :
·
Mengonsumsi tambahan kalori tiap
hari sebanyak 500 kkal
·
Makan dengan
diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin
·
Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
terutama setelah menyusui
·
Mengonsumsi tablet zat besi
·
Minum kapsul vitamin A agar dapaat
meberikan vitamin A kepada bayinya.
b. Ambulasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini ini tidak
dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam dan
keadaan lain yang membutuhkan istirahat. Keuntungannya yaitu :
-
Penderita merasa lebih sehat dan
lebih kuat
-
Faal usus dan kandung kemih menjadi
lebih baik.
-
Memungkinkan bidan untuk memberikan
bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya.
-
Lebih sesuai dengan keadaan
Indonesia.
Ambulasi dini dilakukan secara perlahan namun meningkat secara berangsur-angsur,
mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hingga
pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan
pasien dapat terpenuhi.
c. Eliminasi : Buang Air Kecil dan
Besar
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah
dapat buang air kecil. Semakin lama urine ditahan, maka dapat
mengakibatkan infeksi. Maka dari itu
bidan harus dapat meyakinkan ibu supaya segera buang air kecil, karena biasany
ibu malas buang air kecing karena takut akan merasa sakit. Segera buang air
kecil setelah melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi post partum. Dalam 24 jam
pertama , pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak
akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh
ditahan-tahan. Untuk memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk
mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih.
d. Kebersihan Diri
Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ibu
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga. Ada
beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara lain :
-
Jaga kebersihan seluruh tubuh
ibu untuk mencegah infeksi dan alergi
kulit pada bayi.
-
Membersihakan daerah kelamin dengan
sabun dan air, yaitu dari daerah depan
ke belakang, baru setelah itu anus.
-
Mengganti pembalut minimal 2 kali
dalam sehari.
-
Mencuci tangan denag sabun dan air
setiap kali selesai membersihkan daerah kemaluan
-
Jika mempunyai luka episiotomy,
hindari untuk menyentuh daerah luka agar
terhindar dari infeksi sekunder.
e. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang
cukup untuk memulihkan kembali kekeadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu post
partum akan mengakibatkan beberapa
kerugian, misalnya :
-
Mengurangi jumlah ASI yang
diproduksi
-
Memperlambat proses involusi uterus
dan memperbanyak perdarahan
-
Menyebabkan depresi dan
ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan diri sendiri.
Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga
agar ibu kembali melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan dan bertahap. Namun harus tetap melakukan istirahat minimal
8 jam sehari siang dan malam.
f. Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke
dalam vagina tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak budaya dan agama yang melarang
sampai masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6 mingggu setelah melahirkan.
Namun kepiutusan itu etrgantung pada pasangan yang bersangkutan.
g. Latihan / Senam Nifas
Agar pemulihan organ-organ ibu cepat dan maksimal,
hendaknya ibu melakukan senam nifas sejak awal (ibu yang menjalani persalinan
normal). Berikut ini ada beberapa contoh gerakan yang dapat dilakukan saat senam nifas :
-
Tidur telentang, tangan disamping
badan. Tekuk salah satu kaki, kemudian gerakkan ke atas mendekati perut.
Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali secara bergantian untuk kaki kanan dan
kkiri. Setelah itu, rileks selama 10 hitungan.
-
Berbaring telentang, tangan di atas
perut, kedua kaki ditekuk. Kerutkan otot bokong dan perut bersamaan dengan
mengangkat kepala, mata memandang ke perut selama 5 kali hitungan. Lakukan
gerakan ini senbanyak 15 kali. Roleks selama 10 hitungan.
-
Tidur telentang, tangan di samping
badan, angkat bokong sambil mengerutkan
otot anus selama 5 hitungan. Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali.
Rileks selama 10 hitungan.
-
Tidur telentang, tangan di samping
badan. Angkat kaki kiir lurus keatas sambil menahan otot perut. Lakukan gerakan sebanyak 15 kali hitungan, bergantian dengan kaki kanan. Rileks selama 10 hitungan.
-
Tidur telentang, letakan kedua
tangan dibawah kepala, kemudian bangun tanpa mengubah posisi kedua kaki (kaki
tetap lurus). Lakukan gerakan sebanyak
15 kali hitungan, kemudian rileks selama 10 hitungan sambil menarik nafas
panjang lwat hidung, keluarkan lewat mulut.
-
Posisi badan nungging, perut dan
paha membentuk sudu 90 derejat. Gerakan perut keatas sambil otot perut dan anus
dikerutkan sekuat mungkin, tahan selama 5 hitungan. Lakukan gerakan in sebanyak
15 kali, kemudian rileks selama 10 hitugan.
6.
MASALAH
PADA MASA NIFAS
a. After
pain/ kram perut
Rasa nyeri/mules pada perut akibat
kontraksi uterus yang terjadi setelah plasenta
b. Nyeri
perineum
Rasa nyeri pada perineum akibat
trauma pada persalinan pervaginm atau karena adanya jahitan robekan perineum
c. Gangguan
BAB
Gangguan bAB dapat terjadi selama
kehamilan mengalami hemoroid karena mengalami konstipasi dan pengeluran cairan
saat persalinan terlalu banyak sehingga cairan dalam tubuh berkurang yang dapat
menyebabkan kekurangan cairan/serat dalam proses pencernaan sehingga mengganggu
proses BAB
d. Nyeri
pada payudara
Nyeri pada payudara disebabkan
karena adanya pembesaran payudara akibat adanya produksi Asi dan disebabkan
karena malas menyusui sehingga payudara terasa penuh dan tegang
e. Gangguan
BAK
Gangguan BAK dapat teratasi karena
kepala bayi terlalu lama menekan PBP (pintu Bawah Panggul) kandung kemih dan
adanya trauma jalan lahir
B.
HEMORARGIA
POST PARTUM
1.
DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
2.
PENYEBAB HPP
a.
Atonia uteri Keadaan lemahnya
tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik,
dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b.
Retensio plasenta plasenta tetap
tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang
kuat antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
Patologi – anatomi :
-
Plasenta akreta : vilous plasenta
melekat ke miometrium
-
Plasenta increta : vilous
menginvaginasi miometrium
-
Plasenta percreta : vilous
menembus miometrium sampai serosa
c.
Robekan jalan lahir Perdarahan
dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
-
Dibagi atas 4 tingkat : tingkat
I-IV
-
Hematoma vulva
-
Robekan dinding vagina
-
Robekan serviks
-
Gangguan pembekuan darah
-
Perdarahan post partum lambat :
sisa plasenta
3.
KLASIFIKASI HPP
a.
Perdarahan post partum primer /
dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa
plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b.
Perdarahan Post Partum Sekunder /
lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pertama
4.
DIAGNOSA HPP
Untuk
membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi
pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. Perdarahan yang
terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera
menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes
karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah
yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah
uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak
keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini
biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan
lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
5.
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara
yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin
kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan
untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan
tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
-
Ketahui dengan pasti kondisi pasien
sejak awal (saat masuk)
-
Pimpin persalinan dengan mengacu
pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
-
Lakukan observasi melekat pada 2
jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
-
Selalu siapkan keperluan tindakan
gawat darurat
-
Segera lakukan penlilaian klinik
dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
-
Atasi syok
-
Pastikan kontraksi berlangsung
baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU
IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
-
Pastikan plasenta telah lahir dan
lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
-
Bila perdarahan terus berlangsung,
lakukan uji beku darah.
-
Pasang kateter tetap dan lakukan
pemantauan input-output cairan
-
Cari penyebab perdarahan dan
lakukan penangan spesifik
Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a.
Sikap tradelenburg, memasang
venous ine dan memberika oksigen
b.
Sekaligus merangsang kontraksi
uterus dengan cara :
-
Masase fundus uteri dan merangsang
puting susu
-
Pemberian oksitosin dan turunan
ergot melalui i.m, i.v, / s.c
-
Memberikan derivat prostaglandin
-
Pemberian misoprostol 800-1000 ug
per rektal
-
Kompresi bimanual eksternal dan
atau internal
-
Kompresi aorta abdominalis
c.
Bila semua tindakan itu gagal ,
maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan
bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
a.
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
b.
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
c.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
d.
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Penanganan hematoma :
a.
Penanganan hematoma tergantung
pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu
tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b.
Pada hematoma yang besar lebih2
disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma
tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari
sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber
perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus
dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan
ujung kasa tersebut diluar
Penanganan robekan dinding vagina :
a.
Robekan dinding vagian harus
dijahit
b.
Kasus kolporeksis dan fistula
visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
Penanganan retensio plasenta :
a.
Kalau plasenta dalam ½ jam setelah
anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan
pelepasan maka dilakukan manual plasenta
b.
Tehnik pelepasan plasenta secara
manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan
bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan
kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri.
Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh
asisten.
c.
Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari
pnggir yang sudah terlepas
d.
Kemudian dengan sisi tangan
sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasena yang sudah
terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan
perlahan-lahan ditarik keluar
Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
a.
Persiapan sebelum hamil untuk
memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan
lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal
b.
Mengenal faktor predisposisi
perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar
hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sbelumnya dan
kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
c.
Persalinan harus selesai dalam
waktu 24 jam dan pecegahan partus lama
d.
Kehamilan resiko tinggi agar
melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
e.
Kehamilan resiko rendah agar
emlahirkan di tenga kesehatan yang terlatih dan menghindari persalinan dukun
f.
Menguasai langkah-langkah
pertolongan pertama mengahdapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan
rujukan sebagaiman mestinya
Penanganan sisa plasenta
a.
Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakuakn dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila
memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual
Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
b.
Penemuan secara dini hanya mungkin
dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada
kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar
pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
c.
Lakukan ekplorasi (bila servik
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat
dilalui oleh isntrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau
dilatasi atau kuretase
d.
Bila kadar Hb 8 gr%, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10 hari.
POHON MASALAH
HHP
Sekunder
Perdarahan
setelah 24 jam post partum
§ Terlepasnya
sebagian plasenta/retenso plasenta/inversio uteri
§ Atonia
uteri
§ Gangguan
pembekuan darah
§ Laserasi
jalan lahir/ruptur uteri/trauma persalinan
Perawatan
Fluxus
banyak perawatan
atonia uteri fluxus
sedikit
Curet berikan
ergomitrin fluxus febris
Bila
tidak ada hipertensi
curet konserfatif AB
Suportive
Uterus vaginal tampon infus RL dan Oksitosin
24 jam (kalau
perlu) curet
Tempon dilepas di kamar oprasi Bila suhu tinggi beri pamol
Penanganan:
a. Penanganan
umum
-
Memasang infus
-
Transfusi darah
-
Pemberian antibiotik
-
Pemberian uterotonik
b. Mencari
sebabnya bila tidak ada inversio/myoma maka dapat curet
c. Pada
robekan serviks, vagina dan perineum, perdarahan diatasi dengan menjahit
kembali
|
INTERVENSI
Dx : Ny............ P................. masa
nifas.....jam/hari ke.............
Tujuan : ibu bisa menjalani masa nifas tanpa
komplikasi
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV : TD :
100/70 – 120/80 mmHg
S :
36,5- 37,5 x/menit
N :
80-100 x/menit
RR : 16-24 x/menit
TFU : sesuai dengan lama nifas
Lochea :
sesuai dengan lama nifas
UC baik
Perdarahan
berkurang
Intervensi
1. Lakukan
pendekatan terapeutik pada klien dan keluarga
R: dengan pendekatan terapeutik akan
tercipta hubungan saling percaya dan terjalin kerjasama yang baik antara tenaga
kesehatan dan klien
2. Lakukan
Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
R
: mencegah infeksi silang antara pasien dan petugas kesehatan
3. Lakukan
pemeriksaan pada ibu (TTV, konjungtiva, TFU, mamae, lochea, dan perineum)
R
: dengan melakukan pemeriksaan dapat mengetahui kondisi klien pasca partum dan
mendeteksi adanya kelainan yang menyertai masa nifas, serta dengan memberitahu
hasil pemeriksaan
4. Bersihkan
bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
R
: dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
5. Pastikan
bahwa kandung kemih kososng. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan
katerisasi menggunakan teknik aseptik
R
: meberikan tekanan secar langsung pada pembuluh terbuka didinding dalam uterus
dan merangsang kandung kemih untuk berkontraksi
6. Konsultasikan
dengan dokter untuk pemberian uterotonika dan drip oksitosin, memberikan 0,2 mg
IM (jangan diberikan jikahipertensi
R
: ergometrin akan bekerja dalam 5-7
menit dan menyebabkan kontraksi uterus
7. Pasang
infus RL +oksitosin menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml + 20
unit. Habiskan 500 ml pertama secara cepat
R
: dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan
oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus
8. Lalukan
masase pada uterus searah jarum jam
R
: memperkuat kontraksi uterus
9. Observasi
jumlah pendarahan
R
: deteksi dini adanya kehilangan cairan
10. Berikan
informasi tentang perubahan-perubahan yang dialami selama masa nifas
R
: perubahan yang akan dialaminya sehingga ibu dapat beradaptasi
11. Motivasi
untuk mobilisasi dini
R
: dengan melakukan mobilitas dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat
12. Pantau
intake dan output
R
: dengan melakukan pemantauan intake dan output dapat mendeteksi secara dini
bila terjadi dehidrasi sehingga dapat segera dilayani
Masalah
A. Anemia
Tujuan : Anemia dapat teratasi
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
Suhu 36,5 – 37,5 C
TD 110/70 – 120/20 mmHg
UC baik
Perdarahan kurang dari 500 cc
TFU sesuai masa nifas
Intervensi
1. Observasi
TTV dan perhatikan keluhan pasien
R
: dapat segera mendeteksi keadaan abnormal
2. Observasi
TFU, kontraksi uterus dan perdarahan
R
: Memastikan kontraksi uterus baik, menilai perdarahan dan memastikan involusi
uterus sesuai dengan harinya
3. Pasang
infus RL
R
: Mencegah terjadinya syok
4. Anjurkan
ibu untuk mobilisasi dan masase uterus
R
: dengan mobilisasi dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat dan
mempercepat kontraksi uterus
5. Lakukan
pemeriksaan Lab Hb
R
: dengan pemeriksaan Hb dapat diketahui pasien kurang darah atau tidak
6. Konsultasikan
dengan dokter untuk pemberian uterotonika
R
: oxsitosin IV akan dapat cepat merangsang kontraksi uterus
7. Berikan
terapi Fe dan Vit C
R
: untuk memperbaiki darah
B. Syok
Tujuan : syok dapat dihindari
KH : KU ibu baik
TTV dalam batas normal
TFU sesuai dengan masa nifas
Perdarahan kurang dari 500 cc
Intervensi
1. Kaji
jumlah darah yang hilang, pantau tanda dan gejala syok
R
: perdarahan berlebihan dan tetap dapat mengancam hidup pasien/ mengakibatkan
infeksi post partum, nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan
dan malnutrisi
2. Periksa
suhu dan keadaan umum ibu
R
: dengan observasi TTV, kita bisa tahu apakah ibu terkena syok atau tidak
3. Baringkan
ibu miring ke kiri
R
: mencegah kompresi aorta dan vena cafa inverior meningkatkan aliran balik vena
C. Perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH : KU baik
Kesadaran Compsmentis
TTV dalam batas normal
Pengeluaran pervaginam dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan
eksplorasi pada uterus
R
: untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang
infus RL/NS
R
: pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase
uterus
R
: untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga
perdarahan juga berhenti
4. Observasi
perdarahan
R
: untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
D. Infeksi
Tujuan : infeksi dapat dihindari
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Gunakan
alat-alat yang steril dalam melakukan tindakan
R
: alat yang steril akan mencegah infeksi
2. Lakukan
setiap asuham kebidanan sesuai dengan protap yang telah ditentukan
R:
jika dalam melakukan setiap asuhan sesuai dengan protap maka resiko infeksi
lebih kecil
Kebutuhan
A. Penaganan
perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan
eksplorasi pada uterus
R
: untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang
infus RL/NS
R
: pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase
uterus
R
: untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga
perdarahan juga berhenti
4. Observasi
perdarahan
R
: untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
B. KIE
tentang vulva Hygiene
Tujuan : ibu lebih mengerti bagaimana cara
menjaga kebersihan alat genetalianya
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan
ibu untuk membersihkan alat genetalianya sehabis BAB/BAK
R
: dengan menyabun genetalia maka akan meminimalisir kuman dan bakteri untuk
masuk delam vagina
2. Anjurkan
pada ibu untuk sesering mungkin ganti pembalut bila diras penuh
R
: dengan pembalut yang selalu bersih maka akan mencegah adanya kumaan masuk
dalam vagina
3. Anjurkan
ibu untuk memakai celana dalam yang terbuat dari katun
R
: celana dalam yang terbuat dari katun akan lebih menyerap keringat sehingga
tidak mudah lembab
C. KIE
tentang nutrisi dan cairan
Tujuan : kebutuhan ibu akan nutrisi dan cairan
terpenuhi
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan
ibu untuk tidak tarak
R
: jika ibu tidak tarak maka proses penyembuhan luka akan lebih cepat
2. Anjurkan
ibu untuk minum air putih yang banyak
R
: membantu ibu mengganti cairan yang hilang kaarena persalinan
D. Dukungan
mental
Tujuan : ibu merasa lebih tenang
KH : KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Beritahukan
dukungan dan jelaskan keadaan ibu dan
juga bayinya
R
: agar ibu merasa lebih tenang
2. Dukungan
dari keluarga dan suami
R
: dengan dukungan suami dan keluarga, ibu akan merasa lebih tenang
IMPLEMENTASI
Tindakan
dari intervensi sesuai kebutuhan klien
EVALUASI
Dilakukan
untuk mengetahui sejauhmana keefektifitasan asuahan kebidanan yang dilakukan
dengan mengacu pada kriteria hasil
DAFTAR
PUSTAKA
Anggraini, Yetti.2010.Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta : Pustaka Rihama
Jannah, N.
2011.Asuhan Ibu nifas.Jakarta:AR-RUZZ
MEDIA
Prawirohadjo,
Sarwono.2001.Panduan Praktis Kesehatan
Maternal dan Neonatal.
Jakrta:YBP-SP
Suherni,dkk.2009.Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta :
Fitramaya
Sunarsih,
tri dan vivian Nanny Lia D. 2011.Asuhan Kebidanan pada ibu Nifas.Jakarta: Salemba
Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar