Rabu, 06 Mei 2015

LAPORAN PENDAHULUAN MASA NIFAS DENGAN HPP SEKUNDER




LAPORAN PENDAHULUAN
MASA NIFAS DENGAN HPP SEKUNDER

A.    MASA NIFAS
1.      DEFINISI
-          Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kendungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Mas nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 24 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.
-          Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahum, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya embali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan sepertiperlukaan dan lain sebaginya berkaitan saat melahirkan
-          Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

2.      TAHAPAN MASA NIFAS
-          Puerperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan untuk berdiri dan jalan-jalan
-          Puerperium Intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
-          Remote puerperium (later puerperium) waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun

3.      PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS
a.       Perubahan Sistem Reproduksi
-          Perubahan uterus
Terjadi kondisi uterus yang meningkat setelah bayi keluar, hal ini menyebabkan iskemia pada perlekatan plasenta sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Uteru akan mengalami involusi secara berangsur-angsur sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Mengenai tinggi fundus utetus dan berat menurut masa involusi sebagai berikut:
Involusi
FTU
Berat uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Uri lepas
Dua jari bawah pusat
750 gram
Satu minggu
Pertengahan pusat-sympisis
500 gram
Dua minggu
Tak teraba diatas simpisis
350 gram
Enam minggu
Bertambah kecil
50 gram
Delapan minggu
Sebesar normal
30 gram



-          Perubahan vagina dan perineum
·         Vagina : pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali
·         Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi sering terjadi akibat ekstraksi dengan cuman, berlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum
·         Perubahan pada perineum : terjadi perobekan pada hampir semua persalinan pertama dan jarang juga pada persalinan berikutnya.
b.      Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinanan. Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubunga dengan jahitan pada perineum, jangan samapai dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Jika masih terjadi konstipasi dan beraknya keras dapat diberikan obat laksan peroral atau perrektal
c.       Perubahaan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 samapi 8 minggu, Distensi berlebh pada vesikula urinari adalahyang umum terjadi karena peningkatan kapasitas vasikula urinaria, pembegkakan memar jaringan disekitar uretra dan hilang sensasi terhadap tekanan yang meninggi
d.      Perubahan Tanda Tanda vita pada masa nifas
-          Suhu badan
·         Sekitar hari ke 4 seetelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,2 – 37,5 C. Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara
·         Bila kenaikan mencapai 38 C pada hari kedua sampai hari –hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas
-          Denyut nadi
·         Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 6 x/menit, yaitu pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi umumnya pada minggu pertama post partum
·         Pada ibu yang nervus, nadinya bisa cepat, kira-kira 110 x/menit bisa juga terjadi gejala syok karena infeksi, khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh
-          Tekanan Darah
·         Tekanan darah < 140 /90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari postpartum
·         Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukan adanya pendarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi meerupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklamsia yang timbul pada masa nifas. Namun hal tersebut jarang terjadi
-          Pernafasan
·         Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Hal ini tidak lain karena ibu dalam keadaan pemulihana atau dalam kondisi istirahat
·         Bila ada respirasi cepat post partum > 30 x/menit mungkin karena adanya ikutan tanda-tanda syok

4.      FASE-FASE PENYESUAIAN FISIOLOGI PADA MASA NIFAS
a.        Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.
b.      Fase Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
c.        Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.

5.      KEBUTUHAN DASAR MASA NIFAS
a.      Nutrisi dan Cairan
Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan sangat mempengaruhi produksi ASI. Selama menyusui, ibu dengan status gizi  baik rata-rata memproduksi ASI sekitar 800cc yang mengandung 600 kkal, sedangkan ibu yang status ggizinya kurang biasnya akn sedikit menghasilkan ASI. Pemberian ASI sangatlah penting , karena bayi akan tumbuh sempurna  sebagai menusia yang sehat dan pintar, sebab ASI mengandung DHA.
-          Energy
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca post partum mencapai 500 kkal. Rata-rata produksi ASI sehari 800 cc yang mengandung 600 kkal. Sementara itu, kalori yang dihabiskan untuk menghasilkan ASI sebanyak itu adalah 750  kkal. Jika laktasi berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu pula berat badan ibu akan menurun, yang berarti jumlah kalori tambahan harus  ditingkatkan.
Sesungguhnya, tambahan kalori tersebut hanya  sebesar 700 kkal, sementara sisanya (sekitar 200 kkal) diambil dari cadanagn indogen, yaitu timbunan lemak selama hamil. Mengingatkan efisiensi kofersi energy hanya 80-90 % maka energy dari makanan yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan menjadi energy ASI sebesar 400-500 kkal. Untuk menghasilkan 850cc ASI dibutuhkan energy 680-807 kkal energy. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan ASI, berat badan ibu  akan kembali normal dengan cepat.
-          Protein
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein  di atas normal sebesar 20 gram/hari. Maka dari itu ibu dianjurkan makan makanan mengandung asam lemak omega 3 yang banyak terdapat di ikan kakap, tongkol, dan lemuru. Asam ini akan diubah menjadi DHA yang akan keluar sebagai ASI. Selain itu ibu dianjurkan makan makanan yang mengandung kalsium , zat besi,  vitamin C, B1, B2, B12, dan D
Selain nutrisi, ibu juga membutuhkan banyak cairan seperti air minum. Dimana kebutuhan minum ibu 3 liter sehari ( 1 liter setiap 8 jam)
Beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu menyusui antara lain :
·         Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal
·          Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin
·         Minum sedikitnya 3 liter setiap hari terutama setelah menyusui
·         Mengonsumsi tablet zat besi
·         Minum kapsul vitamin A agar dapaat meberikan vitamin A kepada bayinya.

b.      Ambulasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk  selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini ini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam dan keadaan lain yang membutuhkan istirahat. Keuntungannya yaitu :
-            Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
-          Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
-          Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya.
-          Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia.
Ambulasi dini dilakukan secara perlahan  namun meningkat secara berangsur-angsur, mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hingga pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi.

c.       Eliminasi : Buang Air Kecil dan Besar
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air kecil. Semakin lama urine ditahan, maka dapat mengakibatkan  infeksi. Maka dari itu bidan harus dapat meyakinkan ibu supaya segera buang air kecil, karena biasany ibu malas buang air kecing karena takut akan merasa sakit. Segera buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi  post partum. Dalam 24 jam pertama , pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih.

d.      Kebersihan Diri
Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ibu untuk melakukan personal hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga. Ada beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara lain :
-          Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu  untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
-          Membersihakan daerah kelamin dengan sabun  dan air, yaitu dari daerah depan ke belakang, baru setelah itu anus.
-          Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
-          Mencuci tangan denag sabun dan air setiap kali selesai membersihkan daerah kemaluan
-          Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk  menyentuh daerah luka agar terhindar dari infeksi sekunder.

e.       Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan kembali kekeadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu post partum  akan mengakibatkan beberapa kerugian, misalnya :
-          Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
-          Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
-          Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan diri sendiri.
Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga agar ibu kembali melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga  secara perlahan dan bertahap.  Namun harus tetap melakukan istirahat minimal 8 jam sehari siang dan malam.

f.       Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak budaya dan agama yang melarang sampai masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6 mingggu setelah melahirkan. Namun kepiutusan itu etrgantung pada pasangan yang bersangkutan.

g.      Latihan / Senam Nifas
Agar pemulihan organ-organ ibu cepat dan maksimal, hendaknya ibu melakukan senam nifas sejak awal (ibu yang menjalani persalinan normal). Berikut ini ada beberapa contoh gerakan  yang dapat dilakukan saat senam nifas :
-          Tidur telentang, tangan disamping badan. Tekuk salah satu kaki, kemudian gerakkan ke atas mendekati perut. Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali secara bergantian untuk kaki kanan dan kkiri. Setelah itu, rileks selama 10 hitungan.
-          Berbaring telentang, tangan di atas perut, kedua kaki ditekuk. Kerutkan otot bokong dan perut bersamaan dengan mengangkat kepala, mata memandang ke perut selama 5 kali hitungan. Lakukan gerakan ini senbanyak 15 kali. Roleks selama 10 hitungan.
-          Tidur telentang, tangan di samping badan, angkat bokong sambil mengerutkan  otot anus selama 5 hitungan. Lakukan gerakan ini sebanyak 15 kali. Rileks selama 10 hitungan.
-          Tidur telentang, tangan di samping badan. Angkat kaki kiir lurus keatas sambil menahan otot perut. Lakukan  gerakan sebanyak  15 kali hitungan, bergantian  dengan kaki kanan. Rileks selama 10 hitungan.

-          Tidur telentang, letakan kedua tangan dibawah kepala, kemudian bangun tanpa mengubah posisi kedua kaki (kaki tetap lurus). Lakukan  gerakan sebanyak 15 kali hitungan, kemudian rileks selama 10 hitungan sambil menarik nafas panjang lwat hidung, keluarkan lewat mulut.
-          Posisi badan nungging, perut dan paha membentuk sudu 90 derejat. Gerakan perut keatas sambil otot perut dan anus dikerutkan sekuat mungkin, tahan selama 5 hitungan. Lakukan gerakan in sebanyak 15 kali, kemudian rileks selama 10 hitugan.

6.      MASALAH PADA MASA NIFAS
a.       After pain/ kram perut
Rasa nyeri/mules pada perut akibat kontraksi uterus yang terjadi setelah plasenta
b.      Nyeri perineum
Rasa nyeri pada perineum akibat trauma pada persalinan pervaginm atau karena adanya jahitan robekan perineum
c.       Gangguan BAB
Gangguan bAB dapat terjadi selama kehamilan mengalami hemoroid karena mengalami konstipasi dan pengeluran cairan saat persalinan terlalu banyak sehingga cairan dalam tubuh berkurang yang dapat menyebabkan kekurangan cairan/serat dalam proses pencernaan sehingga mengganggu proses BAB
d.      Nyeri pada payudara
Nyeri pada payudara disebabkan karena adanya pembesaran payudara akibat adanya produksi Asi dan disebabkan karena malas menyusui sehingga payudara terasa penuh dan tegang
e.       Gangguan BAK
Gangguan BAK dapat teratasi karena kepala bayi terlalu lama menekan PBP (pintu Bawah Panggul) kandung kemih dan adanya trauma jalan lahir

B.     HEMORARGIA POST PARTUM
1.      DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
2.      PENYEBAB HPP
a.       Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.

b.      Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
-          Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
-          Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
-          Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa

c.       Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
-          Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
-          Hematoma vulva
-          Robekan dinding vagina
-          Robekan serviks
-          Gangguan pembekuan darah
-          Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3.      KLASIFIKASI HPP
a.       Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b.      Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama

4.      DIAGNOSA HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

5.      PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
-          Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
-          Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
-          Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
-          Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
-          Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
-          Atasi syok
-          Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
-          Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
-          Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
-          Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
-          Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a.       Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
b.      Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
-          Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
-          Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
-          Memberikan derivat prostaglandin
-          Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
-          Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
-          Kompresi aorta abdominalis
c.       Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.

Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
a.       Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
b.      Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
c.       Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
d.      Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota



Penanganan hematoma :
a.       Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b.      Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar

Penanganan robekan dinding vagina :
a.       Robekan dinding vagian harus dijahit
b.      Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit

Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan

Penanganan retensio plasenta :
a.       Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual plasenta
b.      Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
c.       Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
d.      Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar















Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
b.      Mengenal faktor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sbelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
c.       Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pecegahan partus lama
d.      Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
e.       Kehamilan resiko rendah agar emlahirkan di tenga kesehatan yang terlatih dan menghindari persalinan dukun
f.       Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama mengahdapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaiman mestinya

Penanganan sisa plasenta
a.       Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakuakn dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual
Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral
b.      Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
c.       Lakukan ekplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh isntrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi atau kuretase
d.      Bila kadar Hb 8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10 hari.









POHON MASALAH

HHP Sekunder

Perdarahan setelah 24 jam post partum
§  Terlepasnya sebagian plasenta/retenso plasenta/inversio uteri
§  Atonia uteri
§  Gangguan pembekuan darah
§  Laserasi jalan lahir/ruptur uteri/trauma persalinan

Perawatan

Fluxus banyak                                     perawatan atonia uteri                                     fluxus sedikit

       Curet                                            berikan ergomitrin                   fluxus                          febris
                                                            Bila tidak ada hipertensi
                                                     
                                                                                                            curet                konserfatif AB
                                                                                                                                    Suportive
Uterus vaginal tampon                        infus RL dan Oksitosin                                  
24  jam (kalau perlu)                                                                                                               curet


Tempon dilepas di kamar oprasi         Bila suhu tinggi beri pamol                


Penanganan:
a.    Penanganan umum
-          Memasang infus
-          Transfusi darah
-          Pemberian antibiotik
-          Pemberian uterotonik
b.    Mencari sebabnya bila tidak ada inversio/myoma maka dapat curet
c.    Pada robekan serviks, vagina dan perineum, perdarahan diatasi dengan menjahit kembali
 











                                                                                                          


INTERVENSI
Dx       : Ny............ P................. masa nifas.....jam/hari ke.............
Tujuan : ibu bisa menjalani masa nifas tanpa komplikasi
KH      : KU ibu baik
              Kesadaran Composmentis
  TTV : TD : 100/70 – 120/80 mmHg
              S   : 36,5- 37,5 x/menit
              N  : 80-100 x/menit
             RR : 16-24 x/menit
  TFU   : sesuai dengan lama nifas
  Lochea : sesuai dengan lama nifas
  UC baik
  Perdarahan berkurang
Intervensi
1.      Lakukan pendekatan terapeutik pada klien dan keluarga
R: dengan pendekatan terapeutik akan tercipta hubungan saling percaya dan terjalin kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan klien
2.      Lakukan Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
R : mencegah infeksi silang antara pasien dan petugas kesehatan
3.      Lakukan pemeriksaan pada ibu (TTV, konjungtiva, TFU, mamae, lochea, dan perineum)
R : dengan melakukan pemeriksaan dapat mengetahui kondisi klien pasca partum dan mendeteksi adanya kelainan yang menyertai masa nifas, serta dengan memberitahu hasil pemeriksaan
4.      Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
R : dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
5.      Pastikan bahwa kandung kemih kososng. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptik
R : meberikan tekanan secar langsung pada pembuluh terbuka didinding dalam uterus dan merangsang kandung kemih untuk berkontraksi
6.      Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika dan drip oksitosin, memberikan 0,2 mg IM (jangan diberikan jikahipertensi
R : ergometrin akan bekerja dalam 5-7  menit dan menyebabkan kontraksi uterus
7.      Pasang infus RL +oksitosin menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml + 20 unit. Habiskan 500 ml pertama secara cepat
R : dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus
8.      Lalukan masase pada uterus searah jarum jam
R : memperkuat kontraksi uterus
9.      Observasi jumlah pendarahan
R : deteksi dini adanya kehilangan cairan
10.  Berikan informasi tentang perubahan-perubahan yang dialami selama masa nifas
R : perubahan yang akan dialaminya sehingga ibu dapat beradaptasi
11.  Motivasi untuk mobilisasi dini
R : dengan melakukan mobilitas dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat
12.  Pantau intake dan output
R : dengan melakukan pemantauan intake dan output dapat mendeteksi secara dini bila terjadi dehidrasi sehingga dapat segera dilayani



Masalah
A.    Anemia
Tujuan      : Anemia dapat teratasi
KH           : KU ibu baik
                   Kesadaran Composmentis
                   Suhu 36,5 – 37,5 C
                   TD 110/70 – 120/20 mmHg
                   UC baik
                   Perdarahan kurang dari 500 cc
                   TFU sesuai masa nifas
Intervensi
1.      Observasi TTV dan perhatikan keluhan pasien
R : dapat segera mendeteksi keadaan abnormal
2.      Observasi TFU, kontraksi uterus dan perdarahan
R : Memastikan kontraksi uterus baik, menilai perdarahan dan memastikan involusi uterus sesuai dengan harinya
3.      Pasang infus RL
R : Mencegah terjadinya syok
4.      Anjurkan ibu untuk mobilisasi dan masase uterus
R : dengan mobilisasi dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat dan mempercepat kontraksi uterus
5.      Lakukan pemeriksaan Lab Hb
R : dengan pemeriksaan Hb dapat diketahui pasien kurang darah atau tidak
6.      Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika
R : oxsitosin IV akan dapat cepat merangsang kontraksi uterus
7.      Berikan terapi Fe dan Vit C
R : untuk memperbaiki darah

B.     Syok
Tujuan      : syok dapat dihindari
KH           : KU ibu baik
                   TTV dalam batas normal
  TFU sesuai dengan masa nifas
  Perdarahan kurang dari 500 cc
Intervensi
1.      Kaji jumlah darah yang hilang, pantau tanda dan gejala syok
R : perdarahan berlebihan dan tetap dapat mengancam hidup pasien/ mengakibatkan infeksi post partum, nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi
2.      Periksa suhu dan keadaan umum ibu
R : dengan observasi TTV, kita bisa tahu apakah ibu terkena syok atau tidak
3.      Baringkan ibu miring ke kiri
R : mencegah kompresi aorta dan vena cafa inverior meningkatkan aliran balik vena







C.     Perdarahan
Tujuan      : perdarahan dapat teratasi
KH           : KU baik
                   Kesadaran Compsmentis
                   TTV dalam batas normal
                   Pengeluaran pervaginam dalam batas normal
Intervensi
1.      Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2.      Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3.      Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga berhenti
4.      Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi

D.    Infeksi
Tujuan      : infeksi dapat dihindari
KH           : KU ibu baik
                   Kesadaran Composmentis
                   TTV dalam batas normal
Intervensi
1.      Gunakan alat-alat yang steril dalam melakukan tindakan
R : alat yang steril akan mencegah infeksi
2.      Lakukan setiap asuham kebidanan sesuai dengan protap yang telah ditentukan
R: jika dalam melakukan setiap asuhan sesuai dengan protap maka resiko infeksi lebih kecil

Kebutuhan
A.    Penaganan perdarahan
Tujuan      : perdarahan dapat teratasi
KH           : KU ibu baik
                   Kesadaran Composmentis
                   TTV dalam batas normal
Intervensi
1.      Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2.      Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3.      Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga berhenti
4.      Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi





B.     KIE tentang vulva Hygiene
Tujuan      : ibu lebih mengerti bagaimana cara menjaga kebersihan alat genetalianya
KH           : KU ibu baik
  Kesadaran Composmentis
                   TTV dalam batas normal
Intervensi
1.      Anjurkan ibu untuk membersihkan alat genetalianya sehabis BAB/BAK
R : dengan menyabun genetalia maka akan meminimalisir kuman dan bakteri untuk masuk delam vagina
2.      Anjurkan pada ibu untuk sesering mungkin ganti pembalut bila diras penuh
R : dengan pembalut yang selalu bersih maka akan mencegah adanya kumaan masuk dalam vagina
3.      Anjurkan ibu untuk memakai celana dalam yang terbuat dari katun
R : celana dalam yang terbuat dari katun akan lebih menyerap keringat sehingga tidak mudah lembab

C.     KIE tentang nutrisi dan cairan
Tujuan      : kebutuhan ibu akan nutrisi dan cairan terpenuhi
KH           : KU ibu baik
                   Kesadaran Composmentis
                   TTV dalam batas normal
Intervensi
1.      Anjurkan ibu untuk tidak tarak
R : jika ibu tidak tarak maka proses penyembuhan luka akan lebih cepat
2.      Anjurkan ibu untuk minum air putih yang banyak
R : membantu ibu mengganti cairan yang hilang kaarena persalinan

D.    Dukungan mental
Tujuan      : ibu merasa lebih tenang
KH           : KU ibu baik
                   Kesadaran Composmentis
                   TTV dalam batas normal
Intervensi
1.      Beritahukan dukungan dan jelaskan keadaan ibu  dan juga bayinya
R : agar ibu merasa lebih tenang
2.      Dukungan dari keluarga dan suami
R : dengan dukungan suami dan keluarga, ibu akan merasa lebih tenang

IMPLEMENTASI
Tindakan dari intervensi sesuai kebutuhan klien

EVALUASI
Dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keefektifitasan asuahan kebidanan yang dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil






DAFTAR PUSTAKA

 Anggraini, Yetti.2010.Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta : Pustaka Rihama

Jannah, N. 2011.Asuhan Ibu nifas.Jakarta:AR-RUZZ MEDIA

Prawirohadjo, Sarwono.2001.Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakrta:YBP-SP

Suherni,dkk.2009.Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta : Fitramaya

Sunarsih, tri dan vivian Nanny Lia D. 2011.Asuhan  Kebidanan pada ibu Nifas.Jakarta: Salemba Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT IBI Cabang Nganjuk Ke 66