Rabu, 05 April 2017

Infeksi Menular Seksual dan Kontrasepsi

Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang mendapat perhatian penting dalam kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Rata-rata setiap harinya ada satu juta orang setiap hari yang terinfeksi IMS. Orang yang mengalami ISR/IMS mempunyai resiko lebih tinggi tertular HIV.
Berbagai jenis mikroorganisme (± 20 jenis) dapat ditularkan melalui hubungan seks dan berdampak pada organ reproduksi seseorang.bahkan ada juga penyakit seperti infeksi Hepatitis dan AIDS yang bisa ditularkan melalui hubungan seksual tetapi pada organ reproduksinya tidak mengalami kelainan.

Tipe infeksi
Istilah ISR/IMS mencakup 4 tipe infeksi yaitu :
1. Infeksi yang merusak saluran reproduksi.
2. Infeksi pada saluran reproduksi perempuan yang tidak disebabkan karena penularan melalui hubungan seks tetapi merupakan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang normal ada dalam vagina (bakteri vaginosis dan jamur).
3. Infeksi melalui hubungan seks yang member dampak lebih luas selain alat reproduksi (sifilis dan HIV/AIDS).
4. Infeksi pada saluran reproduksi perempuan akibat komplikasi dari tindakan yang dilakukan untuk membantu kasus persalinan, keguguran dan pengguguran, insersi AKDR atau operasi obstetric ginekologi.

Beberapa jenis IMS yang banyak didapatkan di Indonesia
1. Gonore
2. Sifilis
3. Klamidia
4. Kandidiasis
5. Trikomoniasis
6. Bacterial vaginosis
7. Herpes simpleks

Peran petugas kesehatan pada pelayanan kontrasepsi/ kesehatan reproduksi
Banyak orang khususnya perempuan yang mengalami ISR/IMS tidak terdapat perawatan dan pengobatan yang tepat, karena :
1. Baik laki-laki atau perempuan mungkin tidak ada gejalanya. Penelitian menunjukkan 70% perempuan dan 30% laki-laki yang terinfeksi tidak mempunyai gejala.
2. Orang-orang yang menunjukkan adgejala ISR/IMS tidak mengetahui bahwa mereka sebenarnya terinfeksi. Banyak perempuan yang tidak mendapatkan informasi tentang cairan vagina yang normal atau tidak sehingga mereka akan menganggap cairan vagina yang keluar walaupun akibat ISR/IMS sebagai suatu yang wajar.
3. Banyak orang yang menduga bahwa mereka mungkin terinfeksi tetapi tidak segera berobat karena tidak menganggap penyakit ini penting,merasa malu, penyakit yang diderita merupakan stigma social, tidak mengetahui akses berobat dan tidak dapat menjangkau pengobatan.

Pelayanan kontrasepsi dapat sekaligus memberikan pelayanan terhadap ISR maupun IMS seperti :
1. Pendidikan tentang pencegahan IMS dan pengenalan gejala dan tanda ISR/IMS serta komplikasi IMS.
2. Konseling mengenai perilaku yang beresiko, alternative perilaku seksual yang aman, kepatuhan klien untuk berobat hingga tuntas dan perlunya pasangan klien juga ikut berobat.
3. Skrining atau penapisan ISR/IMS termasuk pemeriksaan vagina (selain dilakukan sebagai pemeriksaan rutin atau lebih ditekankan pada orang yang beresiko).
4. Pengobatan ISR/IMS.
5. Merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap.
6. Menyediakan kontrasepsi dengan perlindungan ganda (dual action) seperti kondom.

Komplikasi IMS
1. Pada Perempuan
a. Radang panggul
b. Infertilitas
c. Kehamilan ektopik
d. Keguguran
e. Lahir mati
f. Kanker serviks
g. AIDS
h. Hepatitis
2. Pada BBL
a. Prematuritas
b. Berat lahir rendah
c. Sifilis congenital
d. Oftalmia neonatorum
e. Pneumonia klamidia
f. Septicemia
g. AIDS
h. Hepatitis
3. Pada Laki-laki
a. Epididimitis
b. Prostatitis
c. Striktur uretra
d. Infertilitas
e. AIDS
f. Hepatitis


Skrining atau penapisan klien
1. Skrining klien dapat dilakukan melalui anamnesis yang cermat atau melalui konseling. Apabila memungkinkan pemeriksaan organ reproduksi dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk melihat mikroorganisme yang ada (pemeriksaan duh kelamin melalui mikroskop dan pewarnaan Gram, larutan NaCl dan KOH).
2. Berikan pengobatan sesuai dengan hasil temuan mikroorganisme atau dari hasil pendekatan sindrom.
3. Selalu tanyakan pada klien adakah
a. Duh vagina atau uretra
b. Lesi atau ulkus pada alat kelamin
c. Pembengkakan pada kelenjar getah bening di daerah inguinal (selangkangan)
d. Nyeri perut bagian bawah
4. Tanyakan juga apakah pasangannya mengalami hal seperti di atas.
5. Riwayat hubungan seks seminggu sampai satu bulan terakhir.
6. Apakah klien atau pasangannya berganti pasangan dalam waktu satu bulan ini ?
7. Apakah klien atau pasangannya mempunyai aktivitas atau profesi yang menyebabkan ia berganti pasangan atau sering berpindah tempat?
8. Apakah klien menyadari bahwa ia terkena IMS dan adakah usaha yang dilakukan sebelum dating ke fasilitas in?


Petugas kesehatan perlu membekali diri dengan ketrampilan untuk melakukan investigasi atau skrining tanpa sikap yang menghakimi dan membuat klien malu, marah, tersinggung atau tidak mau berterus terang.

Diagnosis dan pengobatan ISR/IMS

1. Diagnosis ISR/IMS pada fasilitas kesehatan bisa dilakukan berdasarkan pendekatan sindrom dengan identifikasi gejala yang spesifik sesuai dengan jenis mikroorganisme penginfeksi dan penilaian tentang resiko penularan.
2. Pemeriksaan duh tubuh dengan laboratorium dan pemeriksaan serologi akan sangat baik untuk mendapatkan ketepatan diagnosis dan pengobatan. Paling tidak fasilitas pelayanan kontrasepsi atau pelayanan kesehatan reproduksi mempunyai perangkat pemeriksaan laboratorium sederhana.
3. Apabila diagnosis klien meragukan dan pengobatan tidak memberikan hasil yang memuaskan, klien harus dirujuk ke fasilitas pelayanan lain yang lebih lengkap dan kemajuan penyembuhannya harus selalu dipantau.

Konseling, edukasi, pelayanan kontrasepsi dan pengobatan IMS secara terpadu merupakan bagian yang penting untuk pencegahan dan mengurangi insidens IMS.

Kontrasepsi dan pencegahan IMS


1. Kondom lateks
a. Merupakan metode terbaik untuk penegahan IMS dan HIV/AIDS bila digunakan terus menerus dan benar.
b. Tapi kondom tidak melindungi infeksi yang berasal dari ulkus atau lesi pada selangkangan yang tertutup oleh kondom.
2. Female condom (kondom perempuan)
c. Walaupun data klinis terbatas, kondom ini cukup efektif untuk pencegahan kontak dengan sperma maupun bakteri penyebab IMS dan HIV.
d. Sebagai alternative apabila kondom untuk laki-laki tidak ada atau tidak bisa digunakan.
e. Terbatasnya pemakaian kondom perempuan juga disebabkan oleh factor harga dan kurang nyaman.
3. Spermisida
Tidak melindungi penularan IMS/HIV, oleh karena itu pemakaian spermisida saja tanpa pengaman (barrier) lain tidak dianjurkan.
4. Diafragma
a. Digunakan bersama spermisida, dapat mengurangi transmisi IMS. Perlindungan terhadap HIV belum pernah dibuktikan.
b. Sebagai alternative apabila penggunaan kondom laki-laki tidak bisa dilakukan.
5. Metode kontrasepsi lain
a. Seluruh metode kontrasepsi yang lain tidak dapat melindungi klien dari IMS/HIV.
b. Perempuan yang beresiko terhadap IMS perlu menggunakan tambahan kondom disamping pemakaian metode kontrasepsi yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT IBI Cabang Nganjuk Ke 66